Kamis, 27 Juni 2013

Mengapa Palangkaraya Paling Pas Jadi Ibukota

VIVAnews - Pertama, Palangkaraya terletak di tengah-tengah republik. Ada beberapa alasan lagi.Pimpinan Komisi II DPR yang membidangi pemerintahan dalam negeri menilai Palangkaraya, Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah, paling tepat menjadi Ibukota Republik Indonesia menggantikan Jakarta. Ada beberapa alasan Palangkaraya paling pas menjadi pusat pemerintahan.

"Secara geografis, Palangkaraya yang berada di Kalimantan terletak di titik tengah Indonesia," ujar Ketua Komisi II Chairuman Harahap kepada VIVAnews.

Selain itu, menurutnya, dari segi pertahanan pun Palangkaraya dinilai paling pas menjadi sentra pemerintahan. "Daratannya yang luas sangat bagus menjadi buffer atau benteng pertahanan," kata politisi Golkar itu di Gedung DPR, Jakarta.

Wakil Ketua Komisi II Ganjar Pranowo juga sepakat bila Palangkaraya menjadi Ibukota negara yang baru. Menurutnya, rencana Bung Karno untuk memindahkan Ibukota ke Palangkaraya adalah suatu gagasan jenius yang melampaui zamannya.

"Saat itu Bung Karno sudah memperhitungkan berbagai kemungkinan. Misalnya, Jakarta sejak dulu tidak didesain pemerintah Belanda untuk menanggung beban yang begini tinggi," kata Ganjar secara terpisah di Gedung DPR.

Kini terbukti, ujar Ganjar, dengan pertumbuhan yang luar biasa pesat namun tak terbendung, tak terkelola, dan tak terkontrol, Jakarta justru semakin tergerus dengan perkembangannya sendiri. "Tidak ada manajemen yang baik dalam mengelola tata kota Jakarta," kata politisi PDIP itu.

Sebaliknya, kata Ganjar, Palangkaraya memiliki tata ruang bagus yang bagus, dan lahan yang luas. Di samping itu, Palangkaraya pun mempunyai beberapa kelebihan sebagai Ibukota negara, baik dari segi geografis maupun pertahanan.

"Pertama, secara geografis Palangkaraya yang terletak di Kalimantan adalah daerah aman gempa," tutur Ganjar. Kalimantan tidak termasuk dalam wilayah ring of fire atau lingkar api. "Di sana hanya terdiri dari daratan yang datar, tanpa gunung," ujar Ganjar.

"Kedua, dari segi pertahanan, Palangkaraya dekat dengan perbatasan," kata Ganjar. Bila Ibukota ditempatkan di wilayah yang dekat dengan perbatasan, maka otomatis daerah perbatasan akan lebih diperhatikan oleh pemerintah pusat.

"Ketiga, Palangkaraya memiliki tanah yang luas," ujar Ganjar. Luas Palangkaraya mencapai 2.678,51 km persegi. Sebagai perbandingan, luas Jakarta hanya 661,52 km persegi. "Luas Kalimantan Tengah saja dua kali luas Pulau Jawa," kata Ganjar. Jadi, simpulnya, sangat tepat bila Palangkaraya menjadi kandidat Ibukota yang paling layak.

Namun pemindahan Ibukota negara memerlukan biaya yang tidak sedikit. Namun Chairuman dan Ganjar yakin, hasilnya pun akan sepadan. "Ingat, suatu kota itu ada karena ditumbuhkan, bukan ada dengan sendirinya," kata Chairuman. Oleh karena itu, lanjutnya, jika pemindahan Ibukota benar-benar akan dilaksanakan, maka infrastruktur dan sarana penunjang kehidupan harus dibangun secara bertahap di calon Ibukota tersebut.

Namun parlemen tak satu suara mendukung pemindahan ini. Idrus Marham, Sekjen Golkar yang duduk di Komisi II tak mendukung. Muslim, politisi Demokrat yang juga di Komisi II, lebih mendukung Jonggol sebagai Ibukota pemerintahan.(np)


Sumber :
Arfi Bambani Amri, Anggi Kusumadewi
Banjir landa kawasan Cempaka Putih Jakarta Pusat
(Antara/Fanny Oktavianus)
BERITA TERKAIT
"Geser Pusat Bisnis Keluar Jakarta"
"Jadikan Jonggol Seperti Putrajaya Malaysia"
Presiden Diminta Ikut Peduli Atasi Macet
Soal Ibukota, Saatnya Belajar dari Malaysia
Mendagri Tak Setuju Pindah Ibukota
Follow us on



VIVAnews - Pimpinan Komisi II DPR yang membidangi pemerintahan dalam negeri menilai Palangkaraya, Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah, paling tepat menjadi Ibukota Republik Indonesia menggantikan Jakarta. Ada beberapa alasan Palangkaraya paling pas menjadi pusat pemerintahan.

"Secara geografis, Palangkaraya yang berada di Kalimantan terletak di titik tengah Indonesia," ujar Ketua Komisi II Chairuman Harahap kepada VIVAnews.

Selain itu, menurutnya, dari segi pertahanan pun Palangkaraya dinilai paling pas menjadi sentra pemerintahan. "Daratannya yang luas sangat bagus menjadi buffer atau benteng pertahanan," kata politisi Golkar itu di Gedung DPR, Jakarta.

Wakil Ketua Komisi II Ganjar Pranowo juga sepakat bila Palangkaraya menjadi Ibukota negara yang baru. Menurutnya, rencana Bung Karno untuk memindahkan Ibukota ke Palangkaraya adalah suatu gagasan jenius yang melampaui zamannya.

"Saat itu Bung Karno sudah memperhitungkan berbagai kemungkinan. Misalnya, Jakarta sejak dulu tidak didesain pemerintah Belanda untuk menanggung beban yang begini tinggi," kata Ganjar secara terpisah di Gedung DPR.

Kini terbukti, ujar Ganjar, dengan pertumbuhan yang luar biasa pesat namun tak terbendung, tak terkelola, dan tak terkontrol, Jakarta justru semakin tergerus dengan perkembangannya sendiri. "Tidak ada manajemen yang baik dalam mengelola tata kota Jakarta," kata politisi PDIP itu.

Sebaliknya, kata Ganjar, Palangkaraya memiliki tata ruang bagus yang bagus, dan lahan yang luas. Di samping itu, Palangkaraya pun mempunyai beberapa kelebihan sebagai Ibukota negara, baik dari segi geografis maupun pertahanan.

"Pertama, secara geografis Palangkaraya yang terletak di Kalimantan adalah daerah aman gempa," tutur Ganjar. Kalimantan tidak termasuk dalam wilayah ring of fire atau lingkar api. "Di sana hanya terdiri dari daratan yang datar, tanpa gunung," ujar Ganjar.

"Kedua, dari segi pertahanan, Palangkaraya dekat dengan perbatasan," kata Ganjar. Bila Ibukota ditempatkan di wilayah yang dekat dengan perbatasan, maka otomatis daerah perbatasan akan lebih diperhatikan oleh pemerintah pusat.

"Ketiga, Palangkaraya memiliki tanah yang luas," ujar Ganjar. Luas Palangkaraya mencapai 2.678,51 km persegi. Sebagai perbandingan, luas Jakarta hanya 661,52 km persegi. "Luas Kalimantan Tengah saja dua kali luas Pulau Jawa," kata Ganjar. Jadi, simpulnya, sangat tepat bila Palangkaraya menjadi kandidat Ibukota yang paling layak.

Namun pemindahan Ibukota negara memerlukan biaya yang tidak sedikit. Namun Chairuman dan Ganjar yakin, hasilnya pun akan sepadan. "Ingat, suatu kota itu ada karena ditumbuhkan, bukan ada dengan sendirinya," kata Chairuman. Oleh karena itu, lanjutnya, jika pemindahan Ibukota benar-benar akan dilaksanakan, maka infrastruktur dan sarana penunjang kehidupan harus dibangun secara bertahap di calon Ibukota tersebut.

Namun parlemen tak satu suara mendukung pemindahan ini. Idrus Marham, Sekjen Golkar yang duduk di Komisi II tak mendukung. Muslim, politisi Demokrat yang juga di Komisi II, lebih mendukung Jonggol sebagai Ibukota pemerintahan.(np)

 Arfi Bambani Amri, Anggi Kusumadewi
http://politik.news.viva.co.id/news/read/167865-mengapa-palangkaraya-paling-pas-jadi-ibukota
30 Juli 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar