Kabupaten Lamandau adalah salah satu Kabupaten baru hasil pemekaran dari Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) berdasarkan UU No. 5 Tahun 2002, yang diresmikan pada tanggai 4 Agustus 2002 dengan ibukota Nanga Bulik.
Kabupaten ini merupakan satu-satunya kabupaten pemekaran yang berawal dari sebuah kecamatan atau tidak melalui perubahan status Kabupaten Administratif. Bila datang ke Kabupaten Lamandau dengan pesawat udara, waka yang terlihat dari udara adalah hutan belantara yang sangat luas, bagai permadani hijau yang penuh pesona. Sejauh mata memandang hanyalah hijau pepohonan yang menjulang tinggi seakan berlomba ingin menggapai langit.
Sementara sungai-sungai mengalir berkelok-kelok bagaikan seekor raksasa melenggang di hamparan rumput hijau. Daerah ini memiliki hutan tropis yang masih Iebat dengan pemandangan perbukitan, sungai dan jeram ditambah lagi dengan adat istiadat dan budaya masyarakat yang beragam menjadikan daerah ini sangat tepat untuk dikembangkan kegiatan parrwisata.
Dari ibukota Kabupaten Lamandau menuju Kecamatan Delang kurang lebih 120 km. ada tujuh bukit yang terlihat jelas mengapit kecamatan itu. Diantara ketujuh bukit ini ada salah satu bukit yang dianggap keramat oleh penduduk karena tempat tinggal para arwah orang yang sudah meninggal yaitu Bukit Sebayan Bungsu.
Sampai sekarang pun bukit ini masih dipercayai oleh masyarakat setempat sebagai bukit surga karena konon ceritanya di bukit Sebayan Bungsu ini ada sebuah perkampungan yang sangat ramai dan sangatlah indah tetapi mata manusia biasa tidak akan bisa melihatnya, bahkan seringkali di bukit ini terlihat seperti ada keramaian namun bila didatangi tidak ada satu manusia pun yang terlihat yang ada hanya hutan belantara.
Di Kecamatan Delang ini pula masih banyak terlihat rumah-rumah penduduk yang berupa rumah betang dan masih tampak keasliannya. Rumah-rumah betang yang ada rata-rata berumur lebih dari ratusan tahun dan masih terpelihara.
Hat itu menandakan bahwa penduduk di Kecamatan Delang tidak pernah meninggaikan budaya dan adat istiadatnya. Kecamatan Delang juga banyak menyimpan benda-benda peninggalan leluhur mereka yang sampai saat ini masih terpelihara.
Rumah Betang Ojung Batu dulunya dikenal sebagai tempat kediaman seorang tokoh rnasyarakat yang sangat kaya. Betang ini sudah berumur hampir seribu tahun dan pemilik betang ini bernama Omas Petinggi Kaya yang dianggap sebagai salah satu tetua adat. Di betang ini banyak menyimpan benda-benda yang berupa Tajau atau tempayan. Pada jaman dulu tingkat kekayaan seseorang diukur dari banyaknya menyimpan tajau atau tempayan yang disebut juga dengan balanga.
Dulu jumlahnya ada ribuan tajau namun sekarang tinggal separuhnya saja. Kegunaan dari tempayan atau balanga ini sebagai nilai jual beli. Bagi penduduk setempat bila banyak menyimpan tajau atau balanga dianggap sebagai orang yang terpandang. Tajau atau balanga juga dianggap sebagai benda yang memiliki kekuatan gaib bahkan sebagai pembawa rezeki, karena konon ceritanya orang yang membuat tajau tidak boleh sembarang, ada upacara khusus sebelum pembuatannya.
Ada salah satu rumah betang yang juga sangat tua namun masih terpelihara dan rumah betang ini juga masih menyimpan beberapa benda-benda peninggalan di antaranya ialah tajau yang sudah berusia 300 tahun dan sebuah gading atau gading patih gau-gau. Dari Kecamatan Delang dapat meneruskan perjalanan ke Desa Kubung untuk melihat potensi wisata alamnya. Jarak tempuhnya sekitar 15 km dengan keadaan jalannya juga masih dalam tahap pengerasan. Di Desa Kubung ini ada sebuah rumah yang sudah menjadi batu, menurut cerita penduduk setempat bahwa rumah yang sudah jadi batu ini akibat sebuah tulah sehingga alam membuat hukuman kepada rumah ini serta seluruh penghuninya.
Batu ini bernama Batu Batungkat dan setiap orang yang ingin melihat batu ini sebelumnya dianjurkan untuk meletakan sebuah kayu di Batu Batungkat ini. Batu ini bila dilihat dari kejauhan nampak seperti sebuah rumah yang sangat besar dan sering sekali penduduk setempat mendengar seperti ada sekelompok orang yang sedang berbicara.
Bila kita menaiki batu ini kita akan melihat keindahan alam di sekelilingnya yang kiri-kanannya terlihat perbukitan sehingga menambah keindahan panorama alamnya. Di desa ini pula terdapat Air Terjun Sukam yang jarak tempuhnya sekitar 9 km dari Kubung. Dan hanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki melewati jalan setapak yang di sekelilingnya di penuhi hutan belantara.
Air terjun ini terdiri dari tujuh tingkat yang tingginya kurang lebih 175 m menyerupai sebuah tangga sehingga terlihat sangat menarik bahkan dulunya air terjun ini digunakan orang untuk bertapa.
Desa Riam Tinggi sekitar 10 km dari ibukota Kecamatan Delang memiliki aliran sungai untuk arung jeram. Sepanjang daerah aliran sungai Lamandau mempunyai kontur dan kondisi sungai yang berbeda-beda dengan kenyataan alam berupa riam-riam sungai yang memenuhi persyaratan yang ideal di dalam dunia kepariwisataan dan mempuriyai nilai jual untuk olah raga arung jeram dan olah raga-olah raga air lainnya.
Daya tarik lainnya adalah Riam Tapin Bini, termasuk riam yang sangat besar dan ada 33 pulau sepanjang riam. Riam Tapin Bini sudah serinp digunakan para wisatawan lokal. Di saat musim penghujan Riam Tapin Bini sangatlah indah dan diharapkan bisa mengundang minat para wisatawan asing maupun wisatawan domestik khususnya yang menyenangi olah raga arung jeram.
Di desa Tapin Bini inilah wisatawan juga dapat meliliat rumah betang peninggalan leluhur yang masih terlihat keasliannya, serta memiliki nilai sejarah dan budaya yang sangat tinggi. Rumah ini dikenal dengan nama Rumah Betang Binding Tambi yang sekarang ini usianya mencapai 300 tahun.
Dibangunnya betang ini bertujuan untuk mengamankan atau melindungi sekelompok keluarga, juga sebagai tempat bermusyawarah dalam menangani setiap permasalahan. Kayu jati dan kayu bangkirai merupakan bahan utama untuk pembangunan Rumah Betang Dinding Tambi.
Masih di Kecamatan Tapin Bini ada Air Terjun Palei Kodan yang jarak ternpuh dari ibukota kabupaten kurang Iebih 55 km dengan menggunakan sarana transportasi darat. Air terjun Palei Kodan Ietaknya di tengah hutan belantara namun tidak terlalu jauh dari pinggir jalan hanya berjarak 150 m dan hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki.
Sumber : Buku Informasi Pariwisata Nusantara Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia, dalam :
http://fatawisata.com/kalimantan-tengah/1167-lamandau
Tidak ada komentar:
Posting Komentar